Jakarta,JPI—Ketika sebagian besar asosiasi pengembang mendesak pemerintah untuk segera menaikkan harga patokan rumah subsidi yang sudah 3 tahun tidak disesuaikan pemerintah. Maka hal yang berbeda dilakukan oleh asosiasi Srikandi Pengusaha Properti Indonesia (SRDEPPI). Asosiasi Pengembang yang semua anggotanya tersebut adalah kaum hawa, justru meminta pemerintah untuk tidak perlu menaikkan harga jual rumah subsidi.
“Melalui anggota Komisi V DPR RI yang terhormat ini. Kami anggota SRIDEPPI meminta pemerintah untuk tidak menaikkan harga jual rumah bersubsidi. Ingat rumah subsidi itu adalah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR),” tegas Risma Gandhi, Ketua Umum SRIDEPI. Hal itu disuarakannya dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi V DPR RI, di ruang Rapat Komisi V, Gedung Nusantara, Senin,26/9.
Risma berpendapat tidak tepat pemerintah melakukan penyesuaian (menaikkan,red) harga patokan rumah subsidi disaat pendapatan sebagian besar MBR justru terpukul oleh kenaikan harga BBM.
“KPR bersubsidi itu kan buat MBR. Kalau harganya naik, MBR mana yang bisa beli? Tolong ingatkan pemerintah Pak..Masih banyak MBR yang berpendapatan Rp2 jutaan per bulan di kota-kota dan Kabupaten.Makin tidak mungkin mereka bisa membeli rumah jika harga rumah buat mereka dinaikkan,” terangnya.
Justru yang harus dilakukan pemerintah lanjut Risma adalah mencari solusi bagaimana agar kelompok-kelompok sasaran berpendapatan rendah itu bisa memiliki rumah sesuai daya beli mereka.
““Apa iya tidak ada alternatif kebijakan sama sekali dari pemerintah selain menerima usulan untuk menaikkan harga rumah subsidi ini?,” tutur Risma
Soal spesifikasi rumah. Menurutnya, luas rumah atau jalan lingkungan bisa disesuaikan dengan pendapatan MBR di daerah. Bahkan rumah MBR itu tidak perlu teras atau carport. Banyak lagi hal dalam regulasi persyaratan pembangunan rumah subsidi yang bisa ditinjau ulang, agar rumah makin terjangkau tanpa mengurangi spesifikasi kualitas bangunan itu sendiri, lanjutnya. Pemerintah usulnya juga bisa menekan biaya investasi dalam pembangunan rumah MBR. Misalnya terkait pemasangan jaringan listrik PLN yang menurutnya makin memberatkan pengusaha. Dan pada akhirnya akan dibebankan pada konsumen.
Nenty Heryanti, Waketum Bidang Bisnis & Investasi SRIDEPPI pada kesempatan itu menjelaskan kebijakan PLN yang ada sekarang justru yang membuat beban pengusaha bertambah. Jika kebijakan skema kerjasama di awal untuk rumah subsidi yang ditetapkan PLN dihapus dan kembali menggunakan skema hibah seperti dulu, maka beban pengembang tidak terlalu berat. Sehingga ongkos membangun rumah subsidi juga bisa ditekan.
“Kemudian pemerintah juga memperbolehkan pengembang mencari energi alternatif selain dari PLN. Biarkan pengusaha berinovasi, mencari sumber energi termurah. Perbankan juga harus bisa menerima, sehingga tidak menjadi kendala dalam proses akad kredit nantinya,” usul pengembang subsidi tersebut. Jika hal-hal tersebut dilakukan maka pengembang lanjutnya bisa melakukan berbagai efisiensi. Hal itu akhirnya bisa menekan harga jual rumah subsidi.