JAKARTA, JPI— Dampak dari kebijakan penghematan anggaran pemerintah mulai dirasakan oleh industri perhotelan. Tercatat pada akhir Maret 2025, dua hotel milik Sahira Hotels Group di Bogor, Jawa Barat berhenti beroperasi. Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani mengaku khawatir kondisi ini terus berlanjut jika pemerintah tidak segera merealisasikan sisa pemangkasan anggaran atau 50% dari anggaran perjalanan dinas.
“Pemotongan anggaran sudah mulai memakan korban. Kami khawatir bila terus-terusan seperti ini akan lebih banyak korban hotel tutup operasi,” kata Hariyadi seperti dikutip Bisnis.com
Penutupan hotel lantaran defisit operasional menjadi salah satu opsi dalam survei yang dilakukan PHRI dan Horwath HTL mengenai dampak kebijakan penghematan anggaran terhadap industri perhotelan. Melibatkan 726 pelaku industri perhotelan di 30 provinsi, 88% responden memperkirakan akan membuat keputusan sulit dengan melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK para pekerja demi mengurangi biaya pengupahan. Lalu, 58% mengantisipasi potensi gagal bayar pinjaman kepada bank dan 48% memproyeksikan adanya penutupan hotel karena defisit operasional.
Presiden Prabowo Subianto melalui Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025, memerintahkan penghematan anggaran hingga Rp306,69 triliun.
Secara spesifik, Kepala Negara meminta kementerian/lembaga menghemat belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin. Sementara kepada kepala daerah, Prabowo meminta untuk membatasi kegiatan yang bersifat seremonial, bahkan meminta perjalanan dinas dipotong hingga 50%.
Sayangnya, Hariyadi menyebut pemerintah hingga saat ini, tidak merealisasikan sisa pemangkasan anggaran atau 50% dari anggaran perjalanan dinas. Alih-alih menggunakan 50% sisa anggaran perjalanan dinas, pemerintah justru menahan belanja perjalanan dinas dengan tidak menggelar kegiatan di hotel-hotel. Jika kondisi ini terus berlanjut, Hariyadi memperkirakan tidak hanya daily worker yang terdampak tetapi juga pekerja kontrak seperti di bagian food & beverage (F&B) dan resepsionis.
“Pokoknya kalau ini enggak jalan ya udah otomatis mereka menempuh 88%, kan mereka menjawab pasti mereka akan melakukan pengurangan yang lebih signifikan lagi,” tutur Hariyadi