JAKARTA, JPI - Untuk mempercepat penyediaan perumahan layak bagi MBR dan mendorong pertumbuhan sektor properti nasional, maka perlu pembenahan menyeluruh di aspek regulasi, pembiayaan, serta harmonisasi antara lembaga keuangan, kementerian, dan pengembang. Hal itu dikemukan oleh Muhamad Syawali Pratna Ketua Umum Asosiasi Pengembang dan Pemasar Rumah Nasional (Asprumnas) dalam beberapa kesempatan pertemuan dengan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, BP Tapera, OJK, BPKP, BPS dan lembaga terkait. berikut rangkuman beberapa usulan Asprumnas yang disarikan oleh redaksi JPI
Permasalahan Bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta Dilema yang Dihadapi
1. Permasalahan Teknis Bank (SLIK, Skoring, dan Penanganan NPL)
a) Permasalahan SLIK
-
Fakta: 78%-80% masalah KPR disebabkan oleh faktor bankable, bukan sekadar histori SLIK.
-
Solusi Usulan:
-
SLIK sebaiknya hanya dipakai untuk menghitung kemampuan angsuran, bukan menilai kolektabilitas masa lalu.
-
Misal, gaji Rp 7 juta, angsuran Rp 1 juta → take home pay disesuaikan Rp 6 juta untuk perhitungan skoring.
-
b) Permasalahan Skoring
-
Fakta: Skoring saat ini hanya 30% dari take home pay (contoh: BTN), terlalu ketat.
-
Solusi Usulan:
-
Skoring dinaikkan menjadi 60% dari take home pay, agar lebih banyak MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) yang bisa mengakses KPR.
-
Contoh: UMR Rp 2.200.000, skoring 30% → hanya Rp 733.000 → tidak lolos. Jika 60% → Rp 1.320.000 → layak.
-
c) Pengikatan Agunan (PPJB dan RTO)
-
Model: PPJB (Perjanjian Pengikatan Jual Beli) dari pengembang ke bank, lalu ke nasabah.
-
Solusi Usulan:
-
Jika angsuran macet 3 kali, aset langsung dialihkan ke konsumen lain untuk mitigasi NPL.
-
d) Masalah Internal Perbankan
-
Fakta: 80% problem KPR ada pada sisi perbankan: SDM, teknologi, aturan internal.
-
Solusi Usulan:
-
Dorong pembentukan fintech lending khusus KPR FLPP.
-
Jika perlu, akuisisi perusahaan pinjol untuk penyaluran dana FLPP yang lebih fleksibel dan efektif.
-
2. Kepastian Hukum Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN)
a) Sengketa Agraria
-
Fakta: Sertifikat yang sah sering diblokir saat ada sengketa perdata, menghambat akad kredit.
-
Solusi Usulan:
-
Sertifikat yang dibeli dengan itikad baik tidak boleh diblokir.
-
Jika ada sengketa, tanggung jawab ganti rugi ada pada penjual, bukan pembeli.
-
b) Kepastian RDTR (Rencana Detail Tata Ruang)
-
Fakta: RDTR berubah setiap 5 tahun, merugikan developer yang sudah investasi besar.
-
Solusi Usulan:
-
Apabila lahan sudah dibebaskan sesuai RDTR saat itu, maka tidak boleh lagi berubah fungsinya di masa mendatang.
-
Berikan jaminan hukum bagi investasi jangka panjang.
-
3. Kepastian Kuota KPR Subsidi
-
Fakta: Kepastian kuota hanya diumumkan tahunan → menyulitkan perencanaan bisnis developer.
-
Solusi Usulan:
-
Pemerintah memberikan proyeksi kuota minimal 5 tahun ke depan untuk membantu developer membuat rencana bisnis jangka panjang.
-
4. Ketidaksinkronan Regulasi Perbankan, Kementerian Pusat, dan Daerah
a) Aturan Takeover KPR Subsidi
-
Fakta: Larangan takeover selama 5 tahun menghambat penyelesaian kredit bermasalah.
-
Solusi Usulan:
-
Revisi aturan agar rumah KPR subsidi dapat ditakeover dengan mekanisme tertentu.
-
b) KPR Subsidi Hanya Sekali Seumur Hidup
-
Fakta: Banyak konsumen pindah domisili kerja namun tak bisa menikmati subsidi lagi.
-
Solusi Usulan:
-
Konsumen dapat mengakses KPR subsidi kembali jika sudah tidak memiliki KPR aktif dan NIK sudah dilepas dari sistem ID Rumah.
-
5. Akses Pembiayaan Pengembang yang Masih Terbatas
-
Fakta: Pembiayaan pengembang masih berbasis omzet, bukan valuasi pengembangan bisnis.
-
Kendala Tambahan:
-
Dana SBUM, bestek, listrik, sertifikat ditahan di bank → memperlambat cash flow.
-
-
Solusi Usulan:
-
Perbankan harus mengadopsi model pembiayaan berbasis valuasi dan potensi pengembangan, bukan sekadar omzet historis.
-
Perlu dukungan pembiayaan dari lembaga seperti Bank Tanah untuk pengembang.
-