Kebijakan rancangan luas lantai rumah 25 meter persegi (25m²) dari Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) berpotensi melenceng dari semangat Asta Cita Presiden Prabowo Subianto yang menjunjung keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat kecil.
Presiden kita dikenal berpihak kuat pada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Maka, kebijakan rumah dengan luas 25m² patut dipertanyakan sensitivitas sosialnya. Alih-alih menjadi solusi, ia justru bisa menjadi simbol abainya empati terhadap rakyat kecil—yang mestinya menjadi penerima utama manfaat kebijakan perumahan.
Kebijakan semacam ini berisiko menjadi catatan kelam awal pemerintahan Prabowo. Padahal, Presiden ingin rakyat tersenyum, bukan pasrah tinggal di hunian yang sempit dan tak layak.
Saatnya Kementerian PKP menghidupkan semangat 3I: Inovasi, Inovasi, Inovasi, serta 3K: Koordinasi, Kolaborasi, Kompetensi. Ini bukan sekadar jargon, tapi tuntutan kerja nyata.
Beberapa langkah konkret yang bisa segera digerakkan:
-
Optimalkan kolaborasi dengan Bank Tanah untuk menekan harga rumah dari sisi penyediaan lahan.
-
Percepat kebijakan nasional hunian berimbang yang selama ini jalan di tempat.
-
Libatkan para pakar dan pelaku pembangunan MBR, termasuk dari The HUD Institute, agar tidak gegabah dalam merumuskan kebijakan teknokratik yang minim realisme lapangan.
-
Diversifikasi sumber pembiayaan, tidak bergantung pada skema perbankan semata. Lembaga non-bank dan skema gotong royong bisa jadi alternatif efisien.
Yang juga mendesak adalah menghidupkan kembali konsep subsidi produktif, seperti yang pernah dirancang oleh Satgas Perumahan. Ini bukan hanya soal perumahan, tetapi juga pertumbuhan ekonomi—disebut mampu mendorong pertumbuhan hingga 1,8% di perdesaan.
Sudah saatnya berkah devisa migas disalurkan ke sektor yang berdampak langsung ke rakyat, bukan sekadar akumulasi aset elite. Subsidi perumahan bukan beban fiskal, melainkan investasi sosial yang adil dan populis.
Langkah sinergi juga bisa dilakukan dengan mengintegrasikan FLPP dengan skema Manfaat Layanan Tambahan (MLT) BPJS Ketenagakerjaan, menciptakan ekosistem pembiayaan yang lebih tangguh dan inklusif.
Segera lahirkan proyek pilot perumahan komunitas MBR sebagai quick win. Rakyat tidak butuh janji, tapi aksi. Rumah bukan sekadar bangunan, tapi simbol kehadiran negara.
Jangan sampai luas lantai rumah 25m² menjadi simbol kebijakan yang minim empati. Rakyat berhak atas hunian yang sehat, layak, dan terjangkau.
Mari bergerak. Hidupkan 3I dan 3K. Jangan reduksi harapan rakyat dan jangan permalukan Presiden di hadapan publik.
Tabik.
*) Muhammad Joni, praktisi hukum perumahan, Sekretaris Dewan Pakar The HUD Institute, penulis buku Ayat-Ayat Perumahan Rakyat.