Jakarta,JPI—Direktur Utama PT ERA Indonesia Darmadi Darmawangsa berharap, berbagai insentif fiskal yang diberikan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah mampu memulihkan kembali sektor properti untuk para pelaku perantara penjualan properti.
Khusus untuk properti sekunder, dia berharap keringanan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) dan Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) akan mengembalikan minat masyarakat membeli berinvestasi di sektor properti, terutama di pasar sekunder.
Untuk diketahui, Pemerintah DKI Jakarta memberikan keringanan BPHTB kepada wajib pajak orang pribadi untuk perolehan pertama kali atas objek berupa rumah atau rumah susun dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) bernilai lebih dari Rp2 miliar hingga Rp3 miliar.
Keringanan sebesar 50 persen diberikan kepada wajib pajak yang melakukan pembayaran BPHTB di Agustus 2021 dan 25 persen kepada yang melakukan pembayaran pada September—Oktober 2021. Lalu, Keringanan sebesar 10 persen diberikan kepada wajib pajak yang melakukan pembayaran BPHTB pada November—Desember 2021.
Sementara itu, Direktur PT Sagotra Usaha (Century 21 Indonesia) Meiko Handoyo mengatakan bahwa pihaknya mencatatkan peningkatan pendapatan komisi transaksi hingga 20 persen pada paruh pertama tahun ini.
Properti yang ditransaksikan sebagian besar tentunya adalah properti bekas pakai, terutama rumah tapak seperti broker properti pada umumnya.
Meiko menilai, peningkatan tersebut tak terlepas dari keseriusan pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19 lewat program vaksinasi sejak awal 2021. Selain itu, berbagai stimulus yang diberikan selama setahun terakhir seperti kebijakan uang muka 0 persen, insentif Pajak Pertambahan nilai [PPN], dan suku bunga acuan rendah juga menjadi katalis bagi pertumbuhan industri properti di Tanah Air, tak terkecuali bisnis broker properti.
“Apa yang terjadi di AS mungkin akan terjadi di Indonesia. Ketika herd immunity di sana belum terbentuk, terjadi peningkatan [penjualan properti] double digit. Alasannya tentu saja rendahnya tingkat suku bunga acuan dari The Fed dan meningkatnya saving masyarakat. Saving itu tentunya meningkatkan kemampuan membayar uang muka pembelian rumah,” tuturnya, seperti dikutip bisnis.com.
ebih lanjut, Meiko mengatakan bahwa hal tersebut juga membuat banyak pemilik menunggu waktu untuk menjual properti milik mereka, terutama rumah tapak yang lokasinya menjadi incaran. Mereka baru akan melepas aset miliknya apabila harganya sudah melambung tinggi.
“Hukum supply and demand, saat ini terjadi kelangkaan supply karena beberapa investor atau pemilik rumah menahan penjualan. Pengaruh dari faktor-faktor [pendukung] itu sangat mungkin terjadi. Bahkan sebagian sudah terjadi di Indonesia. Ini hanya persoalan timing,” tegasnya.
Walaupun demikian, Meiko menegaskan bahwa peningkatan pendapatan yang dialami Century 21 tak bisa terjadi begitu saja tanpa adanya inovasi, terutama dalam hal pemasaran. Menurutnya, mengoptimalkan pemanfaatan platform media sosial dan konferensi video menjadi hal yang tak bisa ditawar-tawar lagi oleh broker properti.