Jakarta,JPI—Untuk penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di segmen rumah tangga. Realestat Indonesia (REI) berpendapat bahwa penyediaan PLTS Atap terutama di segmen rumah sederhana bukan hal yang mudah dilakukan. Perlu formula kebijakan yang matang agar penyediaan PLTS Atap ini dapat berjalan secara efektif dan sekaligus tidak menjadi beban bagi keuangan negara, pengembang dan masyarakat.
Ketua Umum REI Paulus Totok Lusida mengusulkan bahwa pemerintah dapat menggunakan anggaran Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum (PSU) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam menyediakan PLTS Atap untuk rumah sederhana.
"Saya sudah beri alternatif ke pemerintah bahwa PLTS Atap itu bisa dibangun dengan menggunakan dana PSU," kata Totok
Totok menjelaskan, penyediaan PLTS Atap tidak bisa jika hanya dibebankan kepada pengembang perumahan. Untung yang diperoleh pengembang dalam membangun rumah sederhana saja terbilang cukup kecil sekitar Rp 10 jutaan per unitnya. Dengan ditambahnya beban penyediaan PLTS Atap yang berkisar seharga Rp 14 jutaan per unit, tentu akan membuat harga rumah sederhana jadi lebih mahal sehingga dapat membebani konsumen.
Sementara PSU merupakan anggaran yang selama ini dialokasikan pemerintah untuk rumah sederhana atau subsidi, dengan jumlah tak sampai 10 persen.
"Jadi lebih baik dialokasikan untuk penyediaan PLTS Atap saja," jelasnya.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum REI Bambang Eka Jaya juga mengusulkan pemerintah untuk menjalin kerja sama dengan berbagai negara dan instansi besar di dunia terutama yang terkait dengan greeen energy.
Hal itu menjadi alternatif agar target untuk mencapai green energy melalui penyediaan PLTS Atap di segmen rumah sederhana di Indonesia dapat berjalan cepat dan efektif.
"Nah mereka itu biasanya akan memberikan bantuan atau subsidi kalau kita punya target yang besar," kata Bambang.
Selanjutnya, yang sering kali menjadi masalah dalam penyediaan PLTS Atap yaitu harganya yang masih mahal yaitu sekitar Rp 14 juta per unitnya. Baca juga: Sejarah Penemuan Pembangkit Listrik Tenaga Surya Mulai dari Selenium hingga Silikon Untuk menyiasati tingginya harga tersebut, REI juga mengusulkan pemerintah menjalin kerja sama dengan membuat pabrikan panel surya di dalam negeri. Bambang menerangkan Indonesia memiliki potensi yang besar dalam pemanfaatan tenaga surya ini, mengingat hampir seluruh wilayahnya mendapatkan paparan matahari yang cukup setiap harinya. Selain itu, populasi masyarakatnya yang besar juga menjadi pasar potensial dalam penyediaan PLTS Atap.
"Nah jadi bisa bangun pabrikannya di sini, karena pasarnya juga besar, otomatis harga unit PLTS Atap akan jauh lebih murah lagi sebenarnya," tutur dia.
Untuk diketahui, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan terpasangnya PLTS Atap sebesar 3.600 Megawatt (MW) secara bertahap hingga tahun 2025.
Kementerian ESDM juga tengah merevisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 tahun 2018 tentang Penggunaan PLTS Atap. Hal itu untuk mendorong penyediaan PLTS Atap di sektor rumah tangga. Dalam aturannya terdapat sejumlah stimulus yang akan diberikan seperti ketentuan ekspor listrik dari masyarakat ke Perusahaan Listrik Negara (PLN) ditingkatkan dari 65 persen menjadi 100 persen. Kemudian jangka waktu kelebihan listrik masyarakat di PLN diperpanjang dari 3 bulan menjadi 6 bulan, waktu permohonan PLTS Atap dipersingkat menjadi 5 sampai dengan 12 hari.
Sumber: Kompas.com