JAKARTA, JPI — Pemerintah resmi memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar 100% untuk pembelian rumah hingga Desember 2025. Kebijakan yang semula dijadwalkan berakhir pada Juni 2025 ini kini diperluas untuk mendorong pemulihan daya beli masyarakat dan menjaga momentum pertumbuhan sektor properti nasional.
Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Jumat (25/7), dengan penegasan bahwa pemerintah berkomitmen menjaga pertumbuhan ekonomi melalui rangsangan fiskal yang tepat sasaran.
“Terkait fasilitas PPN DTP untuk properti, yang semestinya pada semester dua hanya 50%, tadi disepakati tetap dilanjutkan sebesar 100%,” ujar Airlangga. “Teknis pelaksanaannya akan segera dibahas lebih lanjut,” tambahnya.
Industri Properti Sambut Positif
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI), Joko Suranto, menyambut baik keputusan tersebut. Ia menilai kebijakan ini selaras dengan aspirasi para pelaku industri properti yang sebelumnya telah mendorong perpanjangan insentif sebagai respons atas melemahnya daya beli dan ketidakpastian ekonomi.“Dengan dorongan PPN DTP ini, pemerintah ingin memastikan sektor properti kembali bergerak dan bertumbuh. Ini akan berdampak langsung pada penyerapan tenaga kerja dan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi,” jelas Joko.
Menurut data REI, penjualan rumah komersial selama Semester I/2025 tercatat sebanyak 11.378 unit—angka yang mencerminkan tekanan pasar. Joko berharap dengan perpanjangan insentif ini, seluruh stok rumah komersial yang telah dibangun dapat terserap pasar pada paruh kedua tahun ini.“Kita tahu banyak tantangan, dari penurunan daya beli hingga kondisi ketenagakerjaan yang belum stabil. Maka, insentif PPN DTP dan kebijakan lainnya seperti KUR perumahan memberi harapan baru bagi pemulihan sektor ini,” tambahnya.
Dorong Pasar Hunian Pertama
Ketua Umum DPP Himperra, Ari Tri Priyono, turut mengapresiasi langkah pemerintah yang dinilainya sebagai bentuk nyata keberpihakan terhadap masyarakat dan pengembang.“Kebijakan ini menyalakan kembali optimisme pelaku industri. PPN DTP berlaku untuk rumah tapak dan rumah susun dengan harga maksimal Rp5 miliar, dan insentif 100% diberlakukan untuk hunian di bawah Rp2 miliar,” jelas Ari.
Ia juga mencontohkan skema perhitungan yang sederhana:“Jika konsumen membeli rumah senilai Rp2 miliar, maka PPN sepenuhnya ditanggung pemerintah. Namun jika membeli rumah Rp2,5 miliar, maka PPN 11% hanya dikenakan atas selisih Rp500 juta, yaitu sekitar Rp55 juta,” ujarnya.
Arah Pemulihan Ekonomi
Pemerintah menegaskan bahwa insentif ini bukan semata mendongkrak sektor properti, tetapi juga sebagai instrumen fiskal untuk memperkuat ekonomi nasional dari sisi konsumsi rumah tangga, penyerapan tenaga kerja, dan penggerak sektor turunan seperti konstruksi, manufaktur, dan bahan bangunan.
Dengan perpanjangan PPN DTP 100% hingga akhir tahun, pemerintah memberi ruang bagi masyarakat untuk mengakses hunian layak sekaligus mendorong geliat industri properti yang strategis bagi pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.