JAKARTA, JPI – Pengamat kebijakan publik Jerry Massie menilai Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait kerap tampil seolah-olah sebagai Komisioner BP Tapera, bukan sebagai menteri yang fokus pada tugas pokoknya.
Direktur Eksekutif Political Public and Policy Studies (P3S) itu mencatat bahwa selama 10 bulan menjabat, program yang paling sering dikedepankan Maruarar adalah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) — subsidi pemerintah untuk membantu Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) memiliki rumah melalui KPR.
Menurut Jerry, FLPP sepenuhnya dikelola BP Tapera berdasarkan amanat UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera, dengan pendanaan dari APBN yang berada pada DIPA Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA-BUN) Kementerian Keuangan.“FLPP dikendalikan BP Tapera, bukan Kementerian PKP. Menteri PKP hanya duduk sebagai Ketua Komite Tapera bersama beberapa menteri lain, dengan fungsi pembinaan dan pemberian arahan strategis,” ujarnya.
Jerry mengingatkan bahwa UU Tapera mengatur mekanisme kepesertaan, skala prioritas, dan distribusi pembiayaan secara ketat, termasuk masa kepesertaan minimal 12 bulan. Karena itu, ia menilai langkah Menteri PKP melakukan segmentasi penerima atau MoU langsung dengan kelompok masyarakat di luar mekanisme kepesertaan Tapera tidak sejalan dengan ketentuan UU.
Ia juga menyoroti bahwa peran Kementerian PKP seharusnya lebih luas dari sekadar mendorong program FLPP. Menteri PKP, menurutnya, memiliki tanggung jawab strategis untuk memenuhi kebutuhan rumah layak dan terjangkau melalui program yang bersumber dari pagu DIPA kementeriannya sendiri.“Pengelolaan dan distribusi dana Tapera bukanlah prestasi atau kewenangan Menteri PKP,” tegas Jerry.
Jerry bahkan menyarankan DPR RI meminta BPK melakukan audit investigatif terhadap pelaksanaan UU Tapera, mengingat dana yang dikelola BP Tapera mencapai puluhan triliun rupiah setiap tahun. Tahun 2025, misalnya, dana FLPP yang disalurkan BP Tapera mencapai Rp35,2 triliun untuk 350 ribu rumah subsidi.
Ia menutup pernyataannya dengan mengingatkan posisi BP Tapera sebagai badan hukum publik permanen yang dibentuk berdasarkan UU, dengan kemandirian yang bahkan lebih kuat dibandingkan kementerian yang dibentuk melalui peraturan presiden.“BP Tapera dan Kementerian PKP punya mandat masing-masing. Jangan sampai batas kewenangan diabaikan,” pungkasnya.
SUMBERl BERITASATU.COM